Aku Pernah Menjadi Orang yang Sangat Kikir

Bakhil atau kikir
Dahulu, sebelum tahu ilmunya, betapa saya termasuk salah seorang yang cukup sering bernadzar. Bernadzar ketika sembuh dari penyakit, ketika dapat peringkat dikelas, ketika lulus ujian, dan masih banyak ketika-ketika lainnya. Nadzar/janji itu ku ucapkan berulang-ulang dalam doa. Dalam doa itu, seolah saya memaksa dan mengancam Allah.... Astaghfirullah.... Berulang-ulang ku katakan: Ya Allah, kalo Engkau mengabulkan doaku yang ini maka aku akan berpuasa, kalo tidak Engkau kabulkan maka aku tidak berpuasa.

Ketika doa itu terkabul, kutunaikanlah nadzar itu. Namun jika tidak terkabul, nadzar itu kuabaikan begitu saja tanpa rasa bersalah sedikitpun. Fikirku waktu itu, seolah Allahlah yang butuh puasaku dan segala nadzar-nadzar lainnya. Padahal Allah tak butuh apapun dari kita, justru kitalah yang butuh segalanya dari Allah.

Saya menganggap kebiasaan bernadzar itu sebagai sesuatu yang terpuji dan juga sebagai salah satu cara untuk bersyukur, tanpa pernah terfikir bahwa ternyata itu kebiasaan orang kikir. Awal mengetahui ilmunya, berat akal ini menerimanya karena itu sudah jadi kebiasaanku, tapi dengan Rahmat-Nyalah saya mulai mencoba menerima dan memahaminya perlahan-lahan. 

Saya mencoba memahami bahwa pahala puasa itu sepenuhnya untukku, maka mengapa harus menunggu doa-doa terkabul baru menunaikan nadzar puasa? Padahal banyak waktu di mana kita bisa puasa sunnah sepuasnya untuk menambah pundi-pundi amal. Saya pun mencoba memahami bahwa jika memang nadzar itu sebagai wujud rasa syukur, maka andai saja tidak memberatkan, seharusnya kita berpuasa setiap hari sebagai ucapan syukur atas milyaran oksigen yang dihirup setiap hari sampai detik ini,  dan juga atas segala nikmat yang tak bisa dihitung.

"Maka nikmat Tuhan kamu yang manalagi yang kamu dustakan?"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wanita Soleha VS Wanita Seksi

Affogato

Hari Ibu