Affogato

Pict cr to Ali Yahya from unsplash.com

Cerpen karya Ahimsa Azaleav

Aku kurang suka kopi. Aku hanya minum kopi sesekali, itu pun kalau dibuatkan Nenek. Entah kopi apa namanya, Nenek hanya memberi sedikit, rasanya cukup pahit, karena itu aku kurang suka. Aku meminumnya agar Nenek tidak mengomel. Sudah. Itu saja. Tidak ada rasa khusus yang mengaliri tenggorokanku selain rasa pahitnya. Tapi kali ini berbeda. Kopi di mejaku ini juga memberi sensasi yang mendinginkan kepalaku.
.
"Hahaha. Aku baru tahu kopi bisa dibuat begini." kataku senang. .
"Kamu aja yang kuper sih, Rein, tahunya kopi Nenek aja." lelaki di depanku menjawab santai. .
Aku diam. Teringat lagi alasanku pergi ke kafe ini bersama Raja, lelaki yang sudah setahunan ini banyak membantuku mengerjakan proyek untuk mimpi besarku.
.
"Maaf, Rein."
.
Aku menghela napas panjang, lalu tersenyum. Raja tidak salah. Aku saja yang masih terlalu larut dan belum menerima kenyataan.
.
"Itu benar, Raja. Tiap kita menginginkan satu hal, maka hal lainnya harus kita korbankan." kataku akhirnya. Raja ikut tersenyum.
.
"Jadi, kamu menyerah?" tanya Raja. .
Ya, seminggu yang lalu, sebuah perusahaan animasi di Jepang mengabari bahwa aku diterima menjadi bagian dari timnya. Proyek animasi yang kubuat membuat mereka tertarik. Aku tentu saja bahagia bukan main. Jepang dan animasi, itu impianku dari kecil. Tapi Nenek tiba-tiba melarangku pergi. Katanya, sudah tradisi di keluarga kami, perempuan yang belum menikah tidak boleh meninggalkan rumah, apalagi merantau jauh ke negeri orang. Aku hampir saja melawan. Itu kuno sekali. Tapi Ayah menahanku. Ia memintaku berpikir dan mempertimbangkan ucapan Nenek.

Bah, pikiranku keruh. Seminggu aku mengurung diri di kamar. Dan besok, adalah batas waktu konfirmasi ke perusahaan tersebut. Aku masih tidak bisa mengambil keputusan apa pun. Oh tidak, Raja benar, sepertinya aku memang menyerah. Aku belum menemukan alasan yang tepat agar Ayah lebih mendengarkanku dan mengabaikan larangan Nenek. Sial, aku hanya menangis selama seminggu ini. Tapi kabar baiknya, tadi siang Raja menelepon dan mengajakku ke sini.
.
"Ya gimana lagi. Aku kerja di sini aja lah." jawabku akhirnya. Pesimis. .
"Hmm.. Kopi ini namanya Affogato. Sebenernya ini espresso juga. Sama kayak yang dibuatin Nenek buat kamu. Kamu pasti nggak tahu namanya kan? Pas aku main ke rumah kamu, Nenek juga buatin aku."
.
"Tapi espresso pahit. Aku kurang suka pahit. Ini beda."
. "Iya, affogato disajikan pakai es krim. Jadi ada sensasi dinginnya. Dan es krimnya juga bikin rasa pahit espresso jadi nggak terlalu berasa. Orang eropa katanya suka minum ini pas lagi summer."
. "Hooo. Pantesan enak."
. "Jadi, ibarat cerita kamu itu espresso yang pahit, kalau dibikin affogato aja gimana? Eh tapi pahitnya espresso banyak yang suka sih. Cuma kalau kamu nggak suka, ya kita bikin affogato aja. Mau nggak?" . "Hah? Maksudnya?"


"Hmm.. Aku mau kasih sensasi dingin itu. Aku yang jadi es krimnya. Tapi kalau kamu mau sih."
.
Aku mengernyitkan dahi. Entah apa yang ada di pikiran Raja. Lelaki itu malah mengambil HP dan menunjukkan sesuatu padaku. .
"Aku juga dapet email pemberitahuan ini. Sama kayak kamu. Kalau kamu mau, kita ke sana bareng-bareng. Kita kerja bareng di sana. Dan... Minta izin Nenek supaya kita boleh pergi."
.
"Emang kalau perginya sama kamu terus dibolehin Nenek gitu?" .
"Ya boleh. Kan kata Nenek kamu nggak boleh pergi karena belum nikah. Ya udah kita nikah dulu." katanya enteng. .
Aku tersedak. Sama sekali tidak menyangka itu yang keluar dari mulutnya. Dia malah tersenyum tulus sambil menatap mataku. Tidak ada raut canda. Lelaki itu serius. Dan aku tentu saja kikuk dibuatnya.
.
***
.
Saat menulis ini, aku sedang di bandara, hendak berangkat ke Jepang. Nenek tak henti menciumiku sebelum aku dan Raja masuk ke ruang tunggu.

Kadang, sesuatu yang tidak kita sukai, bisa menjadi sesuatu yang paling kita sukai. Kalau saja kita tahu bagaimana menambah komposisi yang tepat untuk membuatnya enak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wanita Soleha VS Wanita Seksi

Hari Ibu